Juwairiyah binti Harits adalah putri dari pemimpin bani
Musthaliq dari Suku Khuza’ah, Harits bin Abu Dhirar.
Juwairiyah binti Harits seorang yang cantik jelita dan wajahnya selalu berseri-seri. Jika berjalan, ia selalu menundukkan pandangannya (ghadul bashar). Sebelumnya ia telah menikah dengan Musafi bin Shafwan. Sekitar tiga hari sebelum terjadinya perang Bani Musthaliq ini, Juwairiyah bermimpi melihat bulan terbit dari arah Yatsrib (Madinah), kemudian jatuh ke pangkuannya.
Ketika ia menjadi tawanan pasukan muslim, ia sangat berharap mimpinya itu akan menjadi kenyataan. Tetapi saat pembagian ghanimah, ia jatuh ke tangan Tsabit bin Qais.
Mendengar keluhan Juwairiyah ini, beliau bersabda, "Aku akan memberikan jalan keluar yang lebih baik dari semua itu, aku akan memberikan harta kepadamu, jadi engkau bisa membayar tebusan kebebasanmu dari Tsabit, setelah itu aku akan menikahimu..!"
Diriwayatkan ada 100 keluarga sahabat yang membebaskan sekitar 700 orang tawanan Bani Musthaliq tanpa sepeserpun meminta uang tebusan. Sungguh suatu keberkahan besar dari pernikahan Nabi SAW ini.
Harits menghimpun kekuatan untuk menyerang Madinah, beberapa
kabilah Arab ikut bergabung. Kegiatannya ini diketahui oleh Nabi SAW, dan
beliau mengirim Buraidah bin Hushaib al Aslamy untuk mengecek kebenaran berita
ini.
Setelah memperoleh informasi yang lengkap dan benar, beliau
memimpin pasukan untuk meyerang mereka, sehingga terjadilah pertempuran Bani
Musthaliq atau al Muraisi’, karena terjadi di mata air al Muraisi milik Bani
Musthaliq di Qudaid.
Juwairiyah binti Harits seorang yang cantik jelita dan wajahnya selalu berseri-seri. Jika berjalan, ia selalu menundukkan pandangannya (ghadul bashar). Sebelumnya ia telah menikah dengan Musafi bin Shafwan. Sekitar tiga hari sebelum terjadinya perang Bani Musthaliq ini, Juwairiyah bermimpi melihat bulan terbit dari arah Yatsrib (Madinah), kemudian jatuh ke pangkuannya.
Ia menafsirkan, bahwa kelak ia akan menjadi istri dari
pemimpin Madinah, yakni Nabi SAW.
Ketika ia menjadi tawanan pasukan muslim, ia sangat berharap mimpinya itu akan menjadi kenyataan. Tetapi saat pembagian ghanimah, ia jatuh ke tangan Tsabit bin Qais.
Ketika Juwairiyah menyampaikan keinginannya untuk
dibebaskan, Tsabit bersedia memenuhinya dengan tebusan sembilan uqiyah
emas.
Maka ia menemui Rasulullah SAW dan berkata, "Wahai
Rasulullah, saya adalah putri pimpinan dari kaum saya Bani Musthaliq, yaitu
Harits bin Abu Dhirar, dengan musibah yang menimpa saya ini, tentu engkau
mengetahui keadaan saya. Sementara Tsabit menentukan tebusan kebebasan saya
yang begitu tinggi, yang di luar kemampuan saya.
Karena itu saya menghadap engkau untuk memperoleh jalan
keluar dari masalah saya ini…!"
Mendengar keluhan Juwairiyah ini, beliau bersabda, "Aku akan memberikan jalan keluar yang lebih baik dari semua itu, aku akan memberikan harta kepadamu, jadi engkau bisa membayar tebusan kebebasanmu dari Tsabit, setelah itu aku akan menikahimu..!"
Juwairiyahpun sangat gembira mendengar ini, yang secara
tidak langsung adalah lamaran Nabi SAW atas dirinya. Ini juga berarti mimpi
yang dialaminya sebelum terjadinya pertempuran telah menjadi kenyataan, seperti
yang didambakannya. Karena itu segera saja ia menyetujui dan menerima jalan
keluar yang diberikan Rasulullah SAW.
Pernikahan Nabi SAW dengan Juwairiyah ini ternyata berdampak
besar. Para sahabat yang mempunyai tawanan dari Bani Musthaliq, serta merta
membebaskan mereka dari tawanan atau perbudakannya. Hal ini dilakukannya
sebagai wujud penghargaan mereka atas Nabi SAW dan kepada Bani Musthaliq, yang
putri pimpinannya menjadi salah satu Ummahatul Mukminin. Para sahabat itu
berkata, “Mereka adalah besan Rasulullah SAW.”
Diriwayatkan ada 100 keluarga sahabat yang membebaskan sekitar 700 orang tawanan Bani Musthaliq tanpa sepeserpun meminta uang tebusan. Sungguh suatu keberkahan besar dari pernikahan Nabi SAW ini.
Juwairiyah dinikahi Nabi SAW pada bulan Sya'ban tahun 6
hijriah, ketika ia berusia 20 tahun. Ia wafat di Madinah pada bulan Rabi'ul
Awwal tahun 50 hijriah, dalam usia 65 tahun.
Tetapi riwayat lain menyebutkan bahwa ia wafat pada tahun 56
hijriah pada usia 70 tahun.
No comments:
Post a Comment